Rabu, 16 Desember 2015

laporan avertebrata

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar belakang
 Avetrbrata air dapat di definisikan sebagai hewan yang tidak bertulang belakang, yang sebagian atau seluruh hidupnya hidup dalam air. Pengetahuan megnenai hewan avetrbrat yang hidupnya di air merupakan salah satu ilmu dasar dalam mempelajari ilmu-ilmu dibidang perikanan. Karena bidang perikanan tidak hanya mencakup studi  pemeliharaan ke hidupan yang berbeda di dalam perairann ikan serta cara menangakapnya saja, namun juga menyangkut seluru termasuk avetrbrata air. Seluruh  kehidupan yang berbeda di dalam perairan membentuk suatu hubungan keterkaitan antarah suatu dengan yang lainya. (noti, 1993).
Secarah garis besar, lingkungan hewan avterbrata  air dapat di bagi menjadi dua, yaitu lingkungan airlaut dan tawar. Air laut merupakan perairan yang memiliki salinitas antara 34 0/00 - 35 0/00 dan memiliki kestabilan lingkungan yang tinggi. pada permukaan air laut menduduki 71% dari seluruh permukaan bumi. Serta lingkungan air laut merupakan lingkungan yang homogeny. Namun, kehidupan hewan avetrbrata air tidak dapat tersebar merata, karenah berpengaruh kepada factor fisika dan kimia air (Kimball, 1993)
Penggolongan hewan – hewan terutama didasarkan pada kesamaan-kesamaan struktur dan fisiologinya. Dalam hubungan ini, ada 4 kriteria yaitu pola simetri tubuh dan bentuk tubuh, perbedaan perkembangan embri, dan aspek tertentu yang diianggap penting sebagai tannda pembeda. Kingdom animallia dibagi menjadi dua sub kingdom, yaitu (1) Parazoa, yaitu hewan yang belum  mempunyai  jaringan dan (2) Eumetazoa, yaitu hewan–hewan yang sudah  mempunyai jaringan (Anonim 2009: 1)
  Hewan adalah organisme yang tidak mempunyai klorofil, mampu bergerak atau setidak-tidaknya mengerakkan  tubuh dengan cara mengerutkan serabut-serabut dan multiseluler. Beberapa organisme tidak memenuhi kriteria, tetapi memperlihatkan persamaan dengan sifat tersebut , sehingga kita dapat mengenalnya sebagai hewan. Dunia hewan pada umumnya dibagi menjadi lebih 25 – 30 phylum yang berbeda. Hewan yang mempunyai sifat ditas, tetapi tidak mempunnyai tulang belakang yang secara umum disebutkan diatas tadi yaitu hewan invertebrate. Penggolongan hewan – hewan terutama diidasarkan pada kesamaan – kesamaan struktur dan fisiologinya (Masribut 1998: 43).
Semua hewan yang tidak memiliki tulang belakang dikelompokkan dalam Invertebrata (avertebrata). Hewan invertebrata ada yang tersusun oleh satu sel (uniseluler) dimana seluruh aktivitas kehidupannnya dilakukan oleh sel itu sendiri. Sedangkan hewan invertebrata yang tersusun oleh banyak sel (multiseluler/metazoa) sel-selnya mengalami deferensiasi dan spesialisasi membentuk   jaringan dan organ tubuh dan aktivitasnya semakin komplek (Pechenik 2000: 150).

2.1              Tujuan
Adapun tujuan dari parktikum ini adalah sebagai berikut :
a). untuk megidentifikasi kepitng bakau (Scylla setrat) dan keong bakau (Telescopium telescopium) yang ada di sekitar mangrove.
b) untuk mengetahi morfologi cara hidup kepiting bakau (Scylla serta) dan   keong bakau (cappuccino faunus ater).

3.1              Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Untuk memberikan informasi tentang bagai mana carah hidup kepiting bakau (Scylla serat)a dang keong bakau (cappuccino faunus ater) sehingga dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri dan juga bagi parah pembaca skalian untuk dapat memerlukanya.

BAB II
TUJUAN PUSTAKA
2.1              Kepiting bakau (Scylla serrata)
Kepiting  bakau  telah  menjadi  komoditas  perikanan  penting  di  Indonesia  sejak  awal  tahun  1980-an.  Perikanan  kepiting  bakau  di  Indonesia  diperoleh  dari  penangkapan stok alam di perairan pesisir, khususnya di area mangrove atau estuaria  dan  dari  hasil  budidaya  di  tambak  air  payau.  Akhir-akhir  ini,  dengan  semakin  meningkatnya nilai ekonomi perikanan kepiting, penangkapan kepiting bakau juga  semakin meningkat. Namun bersamaan dengan itu, rata-rata pertumbuhan produksi  kepiting  bakau  di  beberapa  provinsi  penghasil  utama  kepiting  bakau  justru  agak
lambat dan cenderung menurun (CHOLIK 1999).
Kepiting  bakau  yang bernilai  sebagai  sumber  makanan  dan  pendapatan  di  Kosrae, Negara Bagian Micronesia, juga mengalami deplesi kelimpahan dan ukuran,  akibat tekanan penangkapan yang dipengaruhi oleh distribusi penduduk dan lokasi  usaha  perikanan  komersial  (BONINE et  al. 2008).  Penurunan  populasi  kepiting  bakau di alam diduga disebabkan oleh degradasi ekosistem mangrove dan kelebihan  tangkap (over exploitation)(SIAHAINENIA 2008).
Populasi  kepiting bakau secara  khas berasosiasi dengan hutan  bakau yang  masih baik, sehingga hilangnya habitat akan memberikan dampak yang serius pada  populasi  kepiting.  Status  bioekologi  kepiting  bakau  yang  berhubungan  dengan  biologi  populasi  dan  pengelolaannya  perlu  dipahami  untuk  mendukung  pengembangan  dari  perikanan  tangkap  dan  budidaya  kepiting  bakau  yang  berkelanjutan  (LE VAY 2001).  Pertumbuhan,  mortalitas,  rekruitmen  dan  laju  eksploitasi kepiting bakau dapat digunakan untuk menentukan tingkat penangkapan  optimum (MSY) yang  merupakan landasan dalam kebijakan pengelolaan penangkapan kepiting bakau (SPARRE & VENEMA 1999).

2.2              Keong bakau (Telescopium telescopium)
Sumpil termasuk ke dalam phylum mollusca, nama ini cukup terkenal terutama di pedesaan bahkan karena terkenalnya sampai ada desa yang bernama Sumpilan (Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman). Sumpil kerap ditemukan hidup di kali atau sungai Van der Wijk, juga di areal persawahan. Dulu sewaktu penulis masih kecil, sering sekali menjumpai dan ‘dolanan’ Sumpil ini terutama sewaktu mandi di sungai. Tapi sekarang penulis sudah tidak menemukan hewan ini di sungai, penulis menduga karena adanya peningkatan penggunaan pestisida atau bahan kimia lainnya baik dari industry maupun berasal dari rumah tangga menyebabkan menurunnya populasi Sumpil ini (irmawati 2005).
Terdapat banyak jenis Sumpil baik yang biasa hidup di air laut maupun air tawar. Penulis sendiri sampai bingung untuk mengklasifikan Sumpil yang akan penulis ceritakan ke dalam Taxonomynya. Penulis masih ragu apakah Sumpil ini termasuk Melania Testudinaria atau termasuk Faunus Ater untuk lebih jelasnya silahkan , Sumpil yang penulis akan ceritakan ini menyukai air tawar yang segar (freshwater), biasanya Sumpil jenis ini banyak terdapat dijumpai di pingir-pingir aliran air yang deras seperti grojogan/curug/air terjun. Sumpil (Faunus aster)sangat mudah dibedakan dengan Achatina fulica (bekicot) maupun Lymnaea (siput sawah), karena mantel (cangkang) sumpil berbentuk kerucut lancip dan kecil. Cangkang sumpil berwarna hitam polos, walaupun jenis lain ada yang berwarna kecoklatan dengan bintik-bintik hitam maupun coklat yang lebih tua (Anonim 2007: 1).
Sumpil berjalan menggunakan perut yang berotot, disebut “kaki”. Kaki bagian depan memiliki kelenjar untuk menghasilkan lendir guna mempermudah gerakan. Jika hewan ini berjalan, akan meninggalkan bekas dari lendirnya yang mengering. Kepala terletak di depan dan terdapat sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek. Pada tentakel panjang terdapat bintik mata (tidak disebut maka, karena memang bukan mata seperti mata manusia).

BAB III
METODE PRAKTEK

3.1              Tempat dan waktu
Adapun pelaksana praktikum ini dilaksanakan pada tangal 28 November 2015 pada pukul 13.00 sampai dengan selesai. Bertempat  di Desa Kota jin. pantai minaga Kecamatan Atinggola. Kabupaten Gorontalo Utara.
3.2               Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum ini yaitu sebagai berikut :
a)               Alat
No
Nama  alat
Fungsi
1
Tali rapia
Untuk membat kuadran 1X 1
2
Kertas Sampel (tas plastik kecil )
 Untuk Mengumpulkan Jenis Jenis Biota Yang Ada Dalam Transkep
3
Meteran
 Untuk mengukur kuadran
4
alat tulis menulis
 Di gunakan untuk memcatat
5
Kamera
 Sebagai dokumentasi
6
sabak (papan ujian computer )
Tempat untuk mengambar jenis jenis hewan

b)                  Bahan
Adapun bahan yang di gunakakn pada saat praktikum sebagai berikut :

No

Bahan

Fungsi
1
Daera pantai
Mengidengtifikasi hewan avetrbrata air.
2
Daerah mangrov
Menidebtifikasi hewan avetrbrata air.

3.3              Prosedur keerja
a).       setiap praktikan memasang patok, kemudian patok tersebut di ikat dengan tali raffia sehingga berbentuk persegi dengan ukuran 1 X 1 meter.
b).       kemudian setiap praktikan, mencari organism avetrbrata peraiaran di lokasi praktek.
c)        setiap kelompok praktikum melakukan identifikasi organism perairan (avetrbrata air) yang di temui di lokasi praktek dan mengklasifikasi organism avetrbrata air yang di temui sesuai dengan filum serta kelasnya (hitung jumblah oragnismenya).
d)        kemudian menjelaskan ciri-ciri, carah hidup, habitat hidup organism yang di temui. Menjelaskan peranan organism perairan yang di temui khususnya dalam bidang perairan .
e)        semua data hasil pengamatan pada lokasi praktek di masukan pada BAB HASIL DAN PEMBAHASAN sesuai dengan bidangnya.serta mendokumentasikan serta mengambar setiap specimen sampel yang anda temui di lokasi praktek,
  
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1              HASIL


No

Gambar

Jenis

Jumblah
1


11




Kepiting bakau (Scylla serata)




2
2




22






Keong bakau (cappuccino faunus ater)






6




4.2              PEMBAHASAN
4.2.1    Kepiting Bakau (Scylla serata)
a)                  Klasifikasi
Filum   : artropoda                 
Subfilum   : mandibula
         Kelas        : crustacea
             Subkelas     : malacostraca
                  Tribe            : eumalakostraca
                          Subtibe          : eucarida
                                Ordo             : decapoda
                                      Subordo        : pleocyemata
                                            Suku               : brachyuran
                                                  Family           : portunidae
                                                       Genus            : Scylla
                                                            Spesies            : Scylla serrata

b)                 Habitat kepiting bakau (Scylla serrata)
Menurut Ghufron (1997) dalam pertumbuhanya semua jenis kepiting sering berganti kulit (moulting). Habitat kepiting bakau tergantung dari luar hidupnya, dalam menjalani hidupnya kepiting beruaya dari perairan pantai keperairan laut, kemudian induk dan anak-anaknya kembali keperairan pantai, muara-muara sungai atau hutan bakau. Kepiting yang siap melakukan perkawinan akan masuk ke perairan hutan bakau  atau tambak, setelah melakukan perkawinan itu, kepiting betina perlahan-lahan meningalkan pantai untuk berpijah, setelah telur menetas maka muncul larfa tinggkat 1 (Zoea 1)  dan terus menerus bergan ti kulit sambil terbawa arus keperairan pantai.
c)                  Morfologi kepiting bakau (Scylla serrata)
Kepiting bakau memiliki ukuran lebar karapas lebih besar dari pada ukuran panjang tubuhnya dengan permukaanya agak licin. Pada dahi antarah sepasang matanya terdapat enam buah duri dan di simpan kanan serta kirinya terdapat Sembilan buah duri. Kepiting bakau jantan mempunyai sepasag capit yang dapat mencapai panjang hamper dua kali lipat daripada panjang karapasnya,sedangkan kepiting bakau betina relative lebih pendek. Selain itu, kepiting bakau juga memiliki 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting baku berjenis kelamin jantan di tandai dengan abdomentbagian bawa berbentuk segitiga meruncing, sedangkan pada betina kepiting bakau melebar (soim 1994).
d)                 Organ-organ dalam
Berdasarkan anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak pada bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut berfungsi dalam memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke ingsang. Kepiting memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat di buka lebar. Hal inimenyebapkan kepiting lebih banyak mengunakan sapit dalam memperoleh mkanan. Makanan yang di peroleh di hancurkan dengan mengunakan sapit, kemudian baru di makan (shimek 2008).
e)                  Cirri-ciri
Deskripsi kepiting bakau menurut rosmaniar (2008), family portumudaye merupakan family kepiting bakau yang memiliki lima pasang kaki. Pasang kaki kelima berbentuk pipi dan melebar pada ruas terakhir. Karapsa atau cagak cembung berbentuk hksagonal atau agak persegi. Bentuk ukuran bulat telur memanjang atau berbentuk kebulatan, tapi anteorateral, bergigi lima sampai Sembilan buah. Dahi lebar terpisah dengan jelas dari sudut intra orbital, bergigi dua sampai enam buah, bersungut kecil terletak terlintang atau menyerong. Pasang kaki terakhir berbentuk pipih menyerupai duyung. Terutama ruas terakhir, dan mempunyai tiga pasang kaki jalan.
Kepiting bakau Scylla serata memiliki bentuk morfologi yang bergerigi, serta memiliki karapas dengan empat gigi depan tumpul dan setiap margin anterolateral memiliki Sembilan gigi yang berukuran sama. Kepiting bakau memiliki capid yang kuat dan terdapat beberapa duri (motoh 1979 dan pery 2007).
f)                   Nilai Ekonomis
Kepiting bakau merupakan salah satu sumber hayati perairan bernilai ekonomis tinggi. jenis kepiting ini telah di kenal baik di pasaran dalm negeri maupun luar negeri karena rasa dagingnya yang lezat dan bernilai gizi yang tertingi yakini mengandung berbagai nutrient penting.
Di Indonesia terdapat 4 jenis kepiting bakau yaitu Scylla serata, S. Teranquebarica, S.paramamosain dan S.olivacea. ke empat jenis kepiting bakau tersebut sangat potensial untuk di budidayakan. Dengan ini kami sebagai agen kepiting dengan masa sekarang sedang mencoba untuk membudidayakan kepiting bakau ini, karenah mengharapkan tangkapan nelayan yang tidak dapat mencukupi pesan costumer di berbagai wilaya Indonesia.
g)                  Cara  Makan
Kana (1991) mengemukakan bahwa pakan yang di berikan untuk –potongan  berupa daging ikan, cumi-cumi, maupun daging udang, dan ukuran pakan juga disesuaikan dengan kemampuan kepiting untuk mengcengkram pakan. Kepiting tergolong pakan segalah (omnivore) dan pemakan bangkai (scavenger). Sedangkan larva kepiting memakan plangton. Kepiting tergolong hewan nocturnal, pada saat siang hari kepiting cenderung membenamkan dari atau bersembunyi didalam lumpur.
h)                 Reproduksi
Seperti hewan air lainya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya sajah sebagian kepiting meletakn telur-telur sang betina. Kepiting betina bisanya segerah melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa bulan lamanya. Telur yang akan di buahi selanjutnya di masukan pada tempat (bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur-telur ini akan di tempatkan pada bagian bawah perut (abdomen).
Jumblah telur yang di bawah tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies terdapat membawa puluhan hinga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva (individu baru) yang di kenal dengan “Zoea” ketika melepaskan zoea keperairan, sang induk mengerak-gerakan perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plangton dan melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto,2007).

4.2.2    Keong Bakau (cappuccino faunus ater).
a)                  Klasifikasi keong bakau (cappuccino faunus ater).
                        Kerajaan     : Animalia
                         Phylum       : kerang-kerang
                                     Class            : Gastropoda
     Unranked     :  clade Caenogastropoda 
                              clade Sorbeoconcha
                                          Ordo              : Mesogastropoda
                                                Superfamily         : Cerithioidea
                                                            Famili            : Pachychilidae
                                                                     Genus              : fanus
                                                                            Spesies        : f ater

b)                 Sistem Pencernaan
            Sistem pencernaan dimulai dari mulut di bagian depan, di dalam mulut terdapat lidah perut (radula) untuk “memarut” tumbuhan. Selanjutnya terdapat kerongkongan (esofagus), kemudian lambung (ventrikulus), usus (intestinum) yang berbelok ke depan lagi dan berakhir di anus. Anus terletak di mantel berdekatan dengan kepalanya. Di dekat lambung terdapat hati yang berwarna kecoklatan. Hati melingkar-lingkar menuju ke cangkang dan mengikuti belitan cangkang. Seperti pada umumnya Gastropoda Sumpil termasuk herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan). Biasanya Sumpil di sungai makan ganggang atau lumut yang cukup banyak bertebaran di pinggir-pinggir sungai.
c)Sistem Pernapasan dan Ekskresi
                Sumpil bernapas menggunakan lapisan mantel yang berubah fungsi menjadi paru-paru sebagai tempat terjadinya pertukaran gas. Sistem pengeluaran (ekskresi) menggunakan alat pengeluaran cair yang disebut nephridia. Sistem saraf terdiri dari tiga pasang ganglia yang dihubungkan oleh saraf. Inderaanya berupa mata, statosit (alat keseimbangan), organ peraba, dan kemoreseptor (reseptor kimia).
d)                 Reproduksi gastropoda
                Sumpil bersifat hermafrodit tetapi melakukan perkawinan silang. Maksudnya, sumpil ini tetap melakukan perkawinan dengan sumpil lainnya bukan hanya dengan dirinya sendiri. Sel telur dan spermatozoa dihasilkan oleh satu organ yaitu ovotesis. Jadi ovarium (penghasil ovum) dan testis (penghasil sperma) menjadi satu. Pemasakan sperma dan ovum tidak dalam waktu yang bersamaan. Pada saat kopulasi, sperma disalurkan ke vas deferens kemudian dimasukkan ke vagina pasangannya dengan perantaraan penis yang dikeluarkannya. Ovum yaang dihasilkan ovotestes keluar ke saluran telur (oviduk) untuk di buahi sperma hewan lain.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1              Kesimpulan
            Kepiting bakau (Scylla serta), dan keong bakau (cappuccino faunus ater), merupaka salah satu komoditas perairan yang hidup di perairan pantai, khususnya di hutan-hutan bakau (mangrove). Dan kepiting bakau sangatlah bernilai ekonomis pentin sebagai sumber makanan dengan pendapatan bagi masyarakat. Sedangakan keong bakau (cappuccino faunus ater), Sumpil termasuk ke dalam phylum mollusca, nama ini cukup terkenal terutama di pedesaan bahkan karena terkenalnya sampai ada desa yang bernama Sumpilan (Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman). Sumpil kerap ditemukan hidup di kali atau sungai Van der Wijk, juga di areal persawahan, sumpil juga bias di jadikan sebagi bahan obat-obatan karena di mana sumpli sangatlah bernilai penting bagi masyarakat.

5.2              Saran
            Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masi banyak kekurangan dan kelemahan, maka dari itu saya mengharapkan kiranya teman-teman ataupun Asdos, dapat memberikan kiritikan atau saran yang nantinya akan berguna untuk memperbaiki hasil dari laporan yang saya buat ini sehinganya bias bermanfaat bagi kita semua. 


DAFTAR PUSTAKA

(Anonim 2009: 1) Hewan Invertebratahttp://www.scribd.com/doc/27992321/-  invertebrata. Diakses tanggal 2 Desember 2015.
            Irmawati.2005. keaneka ragaman jeni keong bakau (cappuccino faunus ater). Di kawasn mangrove, sungai keera kabupaten wojo Sulawesi selatan, lembaga ppenelitian UNHAS, (online) (http://www.unhas.ac.id, di akses pada tangal 5 Desember 2015:14:05).
(Masribut 1998: 43). Biology of The Invertebrates. Four Edition. Mc Graw Hill
(soim 1994). Morfologi kepiting bakau Scylla serata. (http://malang.ac.id, diakses tanggal 3 Desember 2015:13:15).
            wijaya idhanirmalasari, fredinan yulianda mennofatria boerdan sri juwana, biologi populasi kepiting bakau (scylla serata). di habitat mangrove taman nasional kutai kabupaten kutai timur, jurnal aseonografi dan limnology di indonesia (online), jilid 5 (http//scribd.com,di akses tanggal 2 Desember 2015).









Tidak ada komentar:

Posting Komentar